A.
Perang Pertama
Pada tanggal 8 April 1873 Belanda mendarat di pantai
Ceureumen Banda Aceh dalam pimpinan Mayor Jendral J H R Kohler dengan membawa
3198 pasukan, termasuk 168 KNIL. Mereka mengahdapi sistem perlawanan yang
terorganisir rapi dari pasukan Aceh. Pada awal pendaratan, pasukan Aceh mundur
hingga terjadi pertempuran satu lawan satu. Ketika batalion-batalion mendarat,
sembilan prajurit tewas, 46 lainya luka-luka dan sebagian besar menjadi korban
tebasan kewelang. Hanya dengan sangkur yang tidak praktis, prajurit-prajurit
Belanda mengelak serangan-serangan dasyat pasukan Aceh. Arteleri pasukan Aceh
lebih handal dari yang pernah mereka hadapi. Bahkan pada hari pertama perang,
Kapal Perang Citadel van Antwerpen dihujani 12 tembakan meriam.
Rencananya, Kohler ingin mendirikan pangkatan militer di
sekitar muara sungai Aceh. Setelah itu, pasukan penyerbu menguasai keraton
kediaman Sultan. Kohler menduga, bila istana direbut, tugas utama sudah selesai
karena pusat pemerintahan sudah dikuasai dan Aceh pasti menyerah. Belanda masuk
ke Banda Aceh melalui jalur sungai dengan menduduki Masjid Raya Baiturrahman
pada 11 April 1873. Belanda pikir masjid itu sebagai istana kesultanan karena
berada di tengah kota. Pada hari itu juga, Belanda mengurangi jumlah pasukan
karenan tidak ada perlawanan. Begitu masjid kosong, giliran pasukan Aceh
menguasai masjid tersebut. Hal ini menyebabkan terjadi pertempuran sengit
karena Kohler berusaha merebut kembali.
Pada hari ketiga pertempuan, 14 April 1873, Kohler yang
berdiri di bawah pohon besar rubuh dan tewas oleh sebutir peluru dari pasukan
Aceh yang dipimpin oleh Panglima Polem. Kematian Kohler membuat panik pasukan
Belanda hingga kocar-kacir. Posisi Kohler langsung digantikan oleh Kolonel van
Daalen dan menarik mundur pasukan. Perang berkecamuk dimana-mana selama 10 hari.
Barisan pertahanan Aceh yang semula terdiri dari Peukan Aceh, Lambhuek,
Lampu’ik, Peukan Bada, Lambada, Krueng Raya yang semula di Aceh Besar. Bala
bantuan juga datang dari Teuron, Pidie, Peusangan dan wilayah lain. Masyarakat
bertempur gagah berani yang menyebabkan Belanda kalah.
Ekspedisi yang gagal ini menghancurkan moral pasukan Belanda
hingga meninggalkan Aceh pada 25 April 1873. Kekalahan ini benar-benar mengangetkan
Belanda yang selama ini meremehkan kemampuan peran pribumi. Sebelumnya, Belanda
dengan pasukan seadanya dari berbagai peperangan di Eropa dan Amerika selalu
menang seperti Perang Bonjol, Perang Diponeroro dn lain-lain. Hingga memperluas
wilayah kekuasaannya di Jawa dan Sumatra di Abad ke-19. Sebaliknya, kemenangan
gemilang yang diraih Aceh telah meningkatkan moral mereka terhadap supremasi
orang putih dan giat meningkatkan kesiagaan dari kemungkinan penyerbuan
kembali. Aceh menduga, Belanda akan menyerang paling tidak 6 bulan lagi.
B.
Perang Aceh kedua
Setelah Belanda dipaksa mundur oleh
pasukan Aceh dari Banda Aceh, Belanda berhati-hati untuk tidak mengulangi
kesalahan yang kedua kali. Mereka belajar pada serangan pertama tanpan rencana
matnag yang menyebabkan Kohler tewas. Kali ini pasukan di pimpin oleh Jenderal
van Swieten yang sudah pensiun tapi dipanggil untuk memimpin pasukan yang
didampingi oleh Mayor jenderal Verspyk.
Persiapan peperangan dengan memobilisasi operasi
besar-besaran ke Aceh pada 11 November 1873. Belanda mengerahkan 22 kapal
perang yang mengangkut 8545 pasukan tempur, 4560 pendukund non tempur.
Pendaratan dilakukan pada 9 Desember 1873 di rawa bakau pantai utara dengan
membangun pagar pertahanan.
Perang terjadi ketika Masjid Raya Baiturrahmandiserbu dan
dikuasai Belanda pada 6 Januari 1874. Sasaran berikutny adalah istana
kesultanan, sebuah kompleks seluas 600x 250 meter yang dilingkari dinding
bambu-bambu runcing selebar 5 meter dan juga lubang-lubang jebakan. Di kompleks
istana sudah siaga 40 penembak jitu laskar Aceh.
Belanda menyerbu kompleks istana pada 24 Januari 1874
dengan menembakan peluru-peluru artileri. Namun malam hari sebelumnya, Sultan
dan pasukan pertahana telah menghilang dari istana yang sama sekali tidak
diduga oleh pasukan penyerbu. Keraton dikuasai oleh Belanda pada 26 Januari dan
van Swieten mengucap “de kraton is ons” (kraron sudah kami kuasai) yang
didengungkan di Jakarta seolah-olah Aceh sudah kalah karena telah menguasai
kraton. Lalu pada 31 januari 1874, Van
Swieten memaklumkan bahwa Aceh telah menjadi wilayah Kerajaan Belanda.
Setelah menguasai Banda Aceh, van
Swieten di ganti oleh Kolonel Pel (kelak menjadi Jenderal) membangun 38 benteng
petahanan seluas 50 meter persegi yang diperkuat oleh 2700 pasukan yang tidak
lagi melakukan operasi ofensif. Belanda yakin, pasukan Aceh tidak akan
menyerang lagi. Perang Aceh berlangsung sengit yang menimbulkan korban besar
pada kedua pihak. Sekitar 1500 pasukan Belanda tewas dalam pertempuran sejak
November 1873 hingga April 1874.
Pada Januari 1874, ibukota Banda Aceh dikuasai oleh Belanda yang mulanya
menduga peperangan sudah berakhir dengan kekalahan pihak kesultanan. Enam bulan
pertama, Aceh terlihat tenang dan Belanda merasa yakin bahwa Aceh sudah
dikuasai sepenuhnya. Namun itu keliru,
walaupun keraton sudah dikuasai , rakyat Aceh tidak pernah menyerah Sultan
Muhammad bersama keluarga mundur dari istana dan memeimpin perang geriliya. Dan
keadaan berubah dan seolah menjadi neraka bagi pasukan Belanda karena sering
terjadi penyerangan pada malam hari. untuk pertama kalinya Belanda dihadapkan
dengan pola hit and run perang geriliya yang dilakukan pasukan pertahanan Aceh.
Belanda kewalahan dengan sistem perang ini di tambah lagi dengan 432pasukannya
tewas karena kolera.
Sultan meninggal karena penyakit kolera pada
26 Januari 1874, secepatnya dia digantikan oleh Tuanku Muhammad Daud (cucu
Sultan Ibrahim berusia 10 tahun) yang dinobatkan sebagai Sultan di Masjid
Indrapuri. Perang petama dan kedua adalah perang total dan frontal. Setelah
Banda Aceh dikuasai oleh Belanda, ibukota berpindah-pindah ke Keumala Dalam,
Indra Puri dan tempat lain.
Perang Aceh kedua dipimpin oleh Panglima
Polem bersama Tuanku Hasyim memperkuat Lung Bata, sebuah kampung yang strategis
di Banda Aceh dan baru jatuh ke tangan Belanda yang dipimpin oleh Jenderal Pel
pada Desember 1874 dan Panglima Polem pun menyingkir ke Mukim. Aksi perlawan
dilanjutakan di Aceh Besar ketika Imuen Lung Bata, Teuku Muda Baet bersama
Teuku Chik Lamnga berhasil membentuk kembali pasukan Aceh dalam jumlah besar
pada September 1875. Hingga akhir tahun 1875, Belanda tidak berusaha untuk
mengusai Aceh secara utuh.
Den Haag menghendaki
sistem operasional tidak dengan operasai ofensif untuk mengejar musuh masuk ke
pedalaman. Sebaliknya, menunggu saja di pantai karena dari sisi ekonomi,
biasanya orang di pedalaman akan ke pantai. Mereka tergantung ekonomi dari luar
dan laut menjadi penghubung dengan dunia luar. Namun keadaan berubah ketika
Gubernur Jenderal Johan Wilhem van Goltstein memerintahkan melancarkan serangan
ofensif hingga ke pedalaman untuk segera mengakhiri peperangan. Pada Juli 1875,
Pel melancarkan operasi militer besar-besaran di Aceh Besar untuk menguasai
pesisir pantai dari Krueng Raba di barat hingga Krueng Raja di wilayah timur.
Tujuannya untuk mengucilkan hubungan Aceh Besar dari laut, memutuskan jaringan
logistik untuk pasukan.
Langkah ini sia-sia karena jalan-jalan
di perbukitan yang menghubungkan lembah Aceh dengan Pie dan Pantai barat yang
berliku-liku dan terjal. Belanda menyadari bahwa untuk kondisi Aceh tikadak
mungkin untuk tetap berpijak pada pantai yang selama ini dilakukan. Tetapi Aceh
sama sekali tidak takluk dan tetap[ bertahan di pedalaman dan melakukan
penyerangan geriliya yang masih asing
bagi pasukan penyerbu. Pasukan tambahan dari Jakarta dikirim pada Novvember
1875. Namun Aceh tidak berhasil dikuasai sepenuhnya. Bahkan tiba-tiba Jenderar
Pel meninggal dunia pada Februari 1876 hingga operaasi militer dihentikan oleh
penggantinya Jenderal Wiggers van Kerchem.
Perang Aceh kedua sudah memasuki tahun
kedua. Seringkali terjasi kontak senjata sporadis dan tidak terlihat
tanda-tanda akan berakhir. Pemerintah Den Haag mulai cemas karena biaya
peperangan sudah menelan biaya 70 juta gulden dan Aceh belum berhasil dikuasai.
Anggaran mulai dibatasi dan ini mempengaruhi operasi militer. Misalnya rencana
operasi ofensif yang ingin dilalakukan Pel ke pedalaman harus diurungkan.
Tujuan Pel harus tercapai tahun depan yang dilakukan oleh Jenderal Diemont
dengan melaksanakan penyerangan besar-besaran di pinggir Banda Aceh.
Pertempuran sengit terjadi pada Januari 1877 di Lam Bada tepi sungai bagian
utara Banda Aceh yang di pimpin oleh Teuku Paya yang gigih mempertahankan tanah
kelahirannya.
C.
Perang Aceh ketiga
Perang Aceh menjadi duri yang membuat
luka yang kian membesar di Den Haag. Misalnya perang yang tidak terlihat
ujungnya itu sudah menghabiskan 70 juta gulden yang merupakan sepertiga dari
anggaran pemerintah Hindi Belanda. Perang Aceh memonopoli sebagian besar dari
pasukan ini sudah termakan usai sedangkan untuk merekrut pasukan baru tidak
mudah karena anggaran perang terbatas.
Menteri Peperangan Belanda Jenderal
August Willem Philip Weitzel justru merampingkan jumlah pasukan dan fasilitas
pembangunan militer di Banda Aceh dan mengurangi pos-pos militer di luar kota.
Sebagai gantinya dibangun beberapa basis konsentrasi pertahana, yang menurutnya
cara efektif menaklukan Aceh. Sistem garis konsentrasi adalah mempertahankan
pantai yang sudah dikuasai. Sistem ini dapat di tinggalkan saecara sporadis bila
sewaktu-waktu harus melakukan serangan ofensif mengejar musuh.
Sisitem garis konsentrasi pertahanan
mulai dibangun pada 20 Agustus 1884 yang terdiri dari 16 benteng pertahanan.
Kekuatan benteng itu yakin terdiri 100 pasukan yang dilengkapi teleppon, jalur trem, dipagari besi, kawat berduri dan
rumah jaga di pintu gerbang. Penerapan garis konsentrasi sukar diterapkan
karena memerlukananggota banyak. Untuk merekrut serdadu dari Eropa tidak mudah
karena perlu biaya tinggi. Di sisi lain, tentara-tentara Belanda menjamin
promosi pangkat. KNIL adalah bagian dari Kementrian Koloni Belanda yang tidak
termasuk dalam jajaran Angkatan Darat Kerajaan Belanda.
Selama ini kepangkatan di lingkungan
KNIL diperoleh dari luar Kementrian Koloni. Sedangkan periwira-perwira pada
umumnya adalah pensiunan tentara kerajaan atau relawan. Kelak anggota KNIL,
direkrut prajurit-prajurit pribumi dari Maluku, Minahasa, Timor yang dikenal
ahli dalam perang hutan. Kemudian direkrut orang-orang Jawa yang sebagian besar
dari Banyumas.
Pada malam hari, 8 November 1883 Kapal
Uap SS Niesco milik Inggris berlayar lepas pantai barat sekitar Teunom Aceh
Barat. Dalam perjalanan kembali ke Inggris membawa rarusan karung gula dari
pelabuhan Surabaya dihantam badai dan hujan lebat dan gelombang menyeret ke
daratan. Nahkoda bersama 29 anak buah kapal kandas dimuara sungai dekat Panga,
sekitar 40 mil bagian utara Meulaboh. Kendati Aceh dilanda peperangan untuk
ketiga kali, pasukan Aceh yang dipimpin oleh Teuku Imam menjarah isi kapan dan
menyandera awak kapal.
Penyanderaan ini di maksudkan untuk
menarik Inggris untuk mau melakukan kemauan Aceh untuk membebaskan perdagangan
internasional untuk selama-lamanya. Beberapa pertemuan dilakukan Inggris dan
pihak Aceh tapi tidak pernah ada titik temu. Hinnga awak kapal mati di Aceh dan
Pemerintah Inggris di kecam oleh pihak keluarga-keluarga tawanan.
D.
Perang Aceh keempat
Taktik
gereliya Aceh ditiru oleh ven Heutz denngan membentuk pasukan Marshaussee yang
dipimpin oleh Christoffer yang mampu menguasai hutan rimba raya mencari
geriliyawan-geriliyawan. Perang hutan dilancarkan ini mampu menaklukan istana
Keumala pada Juni 1898. Pasukan van heutz melanjutkan pemburuan terhadap
Panglima Polem dan Sultan Daud sepanjang pantai utara, Pasai, bahkan pegunungan
terpencil di Tangse.
Teuku umar tiba di pantai barat pada
Agustus 1898 bersama 800 pasukan yang menimbulkan keresahan bagi penguasa di
wilayah itu yang berpihak pada Belanda.
Van Heutz mengetahui Umar dengan
mengirim enam brigade Marshaussee dan satu batalyon infantri. Pengejaran
dilakukan di tengah musim hujan yang membuat medan sukar dilewat. Pada Januari
1899, van Heutz ke Meulaboh karena disinyalir
Umar disana. Pada 10 Februari 1899, van Heutz memberi perintah kepada
satu detasemen untuk menyergap perkemahan Umar.
Ternyata Umar sudah tahu karena malam sebelumnya dia memutar di Meulaboh
untuk menyerbu kota itu. Van Heutz menyebarkan mata-mata melacak Umar.
Hasilnya, seorang informan yakni Leubeh membocorkan posisi Umar.
Naluri Van Heutz sangat tajam. Malam itu
juga , ia memerintahkan satu regu yang terdiri dari 18 prajurit turunan Jawa
dan dua sersan Eropa yang dipimpin oleh Letnan Verburg berjalan sejauh 20 menit
dari Meulaboh untuk memasang jebakan. Verburgh menempatkan pasukan detasemen
kecil di pantai. Beberapa jam kemudian, Verburgh melihat dalam kegelapan muncul
kerumunan orang. Tembakan serentak dilepaskan yang menimbulkan kepanikan. Lalu, Verburgh menarik mundur opasukan untuk
mencegah kekuatan yang jauh lebih besar. Esok paginya, 11 Februari 1899,
Belanda menyaksikan jenazah bergelimpangan di pantai. Sedangkan jenazah Teuku
Umar di bawa kabur oleh anak buahnya untuk dikuburkan di hutan.
Pada 1899, duet Van Heutz dan Hurgronje
melakukan ekspedisi-ekspedisi secara frontal dengan menjelajahi pantai timur
dan barat. Termasuk melunasi utang di Batee Iliek olrh Karel van Heijden. Van
Heutz memimpin ekspedisi di Batee Iliek pada tahun 1901 dengan menggunakan
peluru-peluru yang dimuntahkan meriam kapal jarak jauh dan Howitzer berat ke
Batee Iliek. Namun saja tidak dapat meratakan benteng utama pertahanan pasukan
Samalaga di bawah pimpinan Panglima Polem. Serangan dilakukan dengan mendaki
bukit melalui lapangan depan tang ditaburi ranjau dan menentang arus batu dan
gumpalan-gumpalan karang yang di gelindingkan uleh pasukan Aceh ke bawah.
Belanda juga di hujani oleh penembak-penembak jitu dari senapan mauser yang
digunakan oleh Aceh. Pertempuran Samalaga terjadi pada 3 Februari 1901 yang
bertepatan dengan hari ulang tahun van Heutz ke-50.
Penyerangan Benteng Batee Iliek menelan
korban 5 orang tewas dan 27 marsose luka-luka. Pasukan penyerbu memasuki dan
dihalangi oleh barisan perlawanan. Seorang laki-laki berjanggut panjang dengan
obor menyala berlari menuju gudang mesiu. Tak lama kemudian terdengar 2 ledakan
yang mengakhiri pertempuran di Benteng Batte Iliek. Dalam benteng tersebut
terbaring 71 orang tewas dari barisan perlawanan. Tak jauh dari tempat itu
terdapat desa tempat bermukimnya Panglima Polem yang telah melarikan diri dan
meninggalkan sebuah foto ukuran besar dirinya sendiri di sebuah gubuk.
Taktik berikutnya yang diracik oleh
Belanda adalah menculik anggota keluarga geriliyawan. Christoffel menculik
permaisuri sultan pada Desember 1902. Van der Maaten menawan putra Sultan
Tuanku Ibrahim. Akibatnya, SultanMuhammad Daud menyerah pada Januari 1903 di
Singli dan berdamai. Van dder Maaten menyerbu Tangse mencari panglima Polem
yang berhasil meloloskan diri. Sebagai gantinya ditangkap putra Panglima Polem,
Cut Po Radeu saudara perempuannya, dan beberapa keluarga dekatnya. Hasilnya,
Panglima Polem menyerah di Lhoksumawe pada Desember 1903.
Setelah Teuku Umar wafat, perjuangannya
dilanjutkan oleh istrinya Cut Nyak Dien yang sudah ikut perang Aceh dari
pertama dan kedua. Cut Nyak Dien di bantu dengan 800 pasukan dan
perwira-perwira bawahan Teuku Umar seperti Pang LaotAli dan Pang Karim. Pada
tahun 1904, Dien menyerang Marshausseeyang menewaskan perwira berpangkat
kapten. Peristiwa ini melambungkan nama Dien di Aceh dan juga Eropa. Sejak
akhir abad 19, di Eropa marak aksi unjuk rasa gerakan feminisme menuntut
persamaan hak wanita. Perjuangan Dien menjadi buah bibir terutama dikalangan
pejuang gender Eropa.
No comments:
Post a Comment