Kedatangan
VOC di Indonesia memang banyak menghasilkan kontroversi dimana saja tempat yang
mereka singgahi, tak terkecuali di Hitu (Ambon Utara) , di pulau yang dikenal
sebagai penghasil rempah-rempah ini banyak tindakan agresif yang dilakukan oleh
penduduk pribumi setempat yang menentang kebijakan yang dilakukan oleh VOC
(Belanda), karena yang dilakukan mereka (VOC) adalah memaksakan monopoli atas
produksi pala, bunga pala, dan cengkih yang temtu saja menimbulkan kemarahan
penduduk setempat. Maka dari itu, muncul persekutuan untuk menentang VOC, yang
utama terdiri dari kaum muslim Hitu, ternate dan dibantu dari Makassar, Gowa
Persekutuan
ini dipimpin oleh Kakiali , seorang Hitu yang memeluk Muslim, yang dimasa
mudanya ia pernah menimba ilmu dengan Sunan Giri di Jawa. Pada tahun 1633, dia
menggantikan ayah-nya sebagai ‘Kapitein Hitoe’, pemimpin rakyat Hitu dibawah
naungan VOC, sera berpura-pura bersahabat dengan-nya, sekali-kali ia mendukung
komplotan-komplotan anti VOC. Orang-orang Hitu mulai membangun benteng-benteng
di pedalaman, dan para pejuang pemeluk islam mulai menjarah perkampungan Kristen.
Penyelundupan cengkih yang dilarang VOC semakin berkembang karena VOC tidak
memiliki kekuatan militer. Pada tahun 1634, VOC memperdaya Kakiali diatas kapal
milik VOC dan menawanya. Yang menyeabkan larinya orang-orang Hitu ke
bennteng-beteng mereka dan bersiap menghadapi peperangan. Perlawanan terhadap
VOC pun semakin luas dan bahkan sampai merembes ke rakyat Kristen.
Pada
tahun 1637 , Van Diemen ikut melancarkan serangan terhadap pasukan-pasukan
ternate di Hoamoal dengan kekuata penuh dan berhasil memuku mundur pasukan
pribumi dari benteng mereka. Kemudian Van Diemen membebaskan Kakiali dengan
tujuan mengembalikan kepercayaan penduduk Hitu, dan mendudukinya kembali
sebagai ‘Kapitein Hitoe’. Tampaknya perdamaian berhasil dipulihkan dan Kakiali
bersumpah akan melaksanakan monopoli perdagangan, akan tetapi kebencian
terhadap VOC nampaknya egitu mendarah daging dibenak para penduduk setempat dan
Kakiali, sehingga setelah Van Diemen meninggalkan Maluku. Kakiali mengambil
langkah-langkah membentuk persekutuan di Hitu,orang-orang ternate yang berada
di Hoamoal, dan Gowa. Selain itu ia juga mendorong dilakukannya perdagangan
rempah-rempah secara gelap. Namun demikian Sultan Alaudin Tumenanga ri Gaukana
di Gowa tetap berhati-hati karena takud dengan VOC
Pada
tahun 1638. Van Diemen kembali ke Maluku, dan berusaha mencapai persetujuan
dengan Raja Ternate. Pihak VOC mau mengakui kedaulatan kerajaan Ternate atas
Seram dan Hitu. Tetapi dengan kesepakatan penyelundupan cengkih akan dihentikan
dan VOC diberi kekuasaan de facto di Maluku Selatan, Kakiali dan gubernur
ternate di Hoamoal tidak bersedia dalam perundingan tersebut. Sehingga tidak
mencapai kesepakatan. Tampak jika Raja ternate dalam hal ini tidak memiliki
wewenang untuk memenuhi permintaan VOC. Sementara itu pertempuran-pertempuran
kecil masih berlangsung dan Kakiali yang masih menjabat ebagai ‘Kapitein Hitoe’
berusah menyusun rencana guna melawan Belanda.
Pada tahun 1641
Kakiali melepas kedok persahabatanya. Ia menyerang desa yang bersahabat degan
VOC. Dan kemudian benteng VOC. Prajurit Makassar pun bergabung dengan-nya.
Suatu faktor yang akhirnya akan memberikan presepsi kepada pihak Belanda bahwa
Makassar patut diperhitungkan. Memang Kakiali dan para sekutunya memilih waktu
yang salah untuk merebut kekuasaan. Karena jatuhnya Malaka ke tangan VOC pada
tahun 1641 pihak Belanda kini dapat mengarahkan lebih banyak pasukanya untuk
menyelesaikan masalah-masalah mereka di Indonesia bagian timur
Sebuah
pasukan VOC berhasil mengusir tentara makasar dari kubu-kubu pertahanan mereka
di Hitu di tahun 1643. Tetapi tidak berhasil merebut benteng Kakiali. Kemudian
pada bulan agustus, pihak belanda mengupah seorang spanyol yang telah membelot
dari Kakiali supaya kembali ke Hitu untuk membunuh Kakiali, dan merebut
benteng. Tetapi masih banyak orang Hitu yang melanjutkan perang mereka melawan
VOC dari suatu tempat yang baru, Kapaha di sebelah utara Hitu. Namun pada juli
1646, Kapaha akhirnya dapat direbut. Pemimpin tahap terakhir masyarakat Hitu,
Tulakabesi, menyerah dan bersedia memeluk Kristen. Meskipun demikian VOC
menghukumnya dengan hukuman mati di Ambon pada 1646.
Inilah
terakhir perlawanan efektif yang dilakukan untuk melawan VOC di Hitu. Walaupun
setelah itu masih dilakukan berbagai usaha dengan membentuk komplotan-komplotan
anti-VOC tapi tak ada satu komplotan pun yang menjadi ancaman nyata bagi VOC
seperti yang pernah ditunjukan masyarakat Hitu pada sebelum tahun 1646.
Dear Xsan,
ReplyDeleteam searching for a picture of my ancestor Pieter Roselaer. He lived in Hitoe and Amboina around 1693.
Thank you very much, Dick van Weelderen Okotoks Canada
terimakasih kembali, semoga bermanfaat
Delete