Tuesday 22 May 2012

VOC Di Makassar


Kedatangan VOC di Indonesia memang banyak menghasilkan kontroversi dimana saja tempat yang mereka singgahi, tak terkecuali di Hitu (Ambon Utara) , di pulau yang dikenal sebagai penghasil rempah-rempah ini banyak tindakan agresif yang dilakukan oleh penduduk pribumi setempat yang menentang kebijakan yang dilakukan oleh VOC (Belanda), karena yang dilakukan mereka (VOC) adalah memaksakan monopoli atas produksi pala, bunga pala, dan cengkih yang temtu saja menimbulkan kemarahan penduduk setempat. Maka dari itu, muncul persekutuan untuk menentang VOC, yang utama terdiri dari kaum muslim Hitu, ternate dan dibantu dari Makassar, Gowa
Persekutuan ini dipimpin oleh Kakiali , seorang Hitu yang memeluk Muslim, yang dimasa mudanya ia pernah menimba ilmu dengan Sunan Giri di Jawa. Pada tahun 1633, dia menggantikan ayah-nya sebagai ‘Kapitein Hitoe’, pemimpin rakyat Hitu dibawah naungan VOC, sera berpura-pura bersahabat dengan-nya, sekali-kali ia mendukung komplotan-komplotan anti VOC. Orang-orang Hitu mulai membangun benteng-benteng di pedalaman, dan para pejuang pemeluk islam mulai menjarah perkampungan Kristen. Penyelundupan cengkih yang dilarang VOC semakin berkembang karena VOC tidak memiliki kekuatan militer. Pada tahun 1634, VOC memperdaya Kakiali diatas kapal milik VOC dan menawanya. Yang menyeabkan larinya orang-orang Hitu ke bennteng-beteng mereka dan bersiap menghadapi peperangan. Perlawanan terhadap VOC pun semakin luas dan bahkan sampai merembes ke rakyat Kristen.
Pada tahun 1637 , Van Diemen ikut melancarkan serangan terhadap pasukan-pasukan ternate di Hoamoal dengan kekuata penuh dan berhasil memuku mundur pasukan pribumi dari benteng mereka. Kemudian Van Diemen membebaskan Kakiali dengan tujuan mengembalikan kepercayaan penduduk Hitu, dan mendudukinya kembali sebagai ‘Kapitein Hitoe’. Tampaknya perdamaian berhasil dipulihkan dan Kakiali bersumpah akan melaksanakan monopoli perdagangan, akan tetapi kebencian terhadap VOC nampaknya egitu mendarah daging dibenak para penduduk setempat dan Kakiali, sehingga setelah Van Diemen meninggalkan Maluku. Kakiali mengambil langkah-langkah membentuk persekutuan di Hitu,orang-orang ternate yang berada di Hoamoal, dan Gowa. Selain itu ia juga mendorong dilakukannya perdagangan rempah-rempah secara gelap. Namun demikian Sultan Alaudin Tumenanga ri Gaukana di Gowa tetap berhati-hati karena takud dengan VOC
Pada tahun 1638. Van Diemen kembali ke Maluku, dan berusaha mencapai persetujuan dengan Raja Ternate. Pihak VOC mau mengakui kedaulatan kerajaan Ternate atas Seram dan Hitu. Tetapi dengan kesepakatan penyelundupan cengkih akan dihentikan dan VOC diberi kekuasaan de facto di Maluku Selatan, Kakiali dan gubernur ternate di Hoamoal tidak bersedia dalam perundingan tersebut. Sehingga tidak mencapai kesepakatan. Tampak jika Raja ternate dalam hal ini tidak memiliki wewenang untuk memenuhi permintaan VOC. Sementara itu pertempuran-pertempuran kecil masih berlangsung dan Kakiali yang masih menjabat ebagai ‘Kapitein Hitoe’ berusah menyusun rencana guna melawan Belanda.
Pada tahun 1641 Kakiali melepas kedok persahabatanya. Ia menyerang desa yang bersahabat degan VOC. Dan kemudian benteng VOC. Prajurit Makassar pun bergabung dengan-nya. Suatu faktor yang akhirnya akan memberikan presepsi kepada pihak Belanda bahwa Makassar patut diperhitungkan. Memang Kakiali dan para sekutunya memilih waktu yang salah untuk merebut kekuasaan. Karena jatuhnya Malaka ke tangan VOC pada tahun 1641 pihak Belanda kini dapat mengarahkan lebih banyak pasukanya untuk menyelesaikan masalah-masalah mereka di Indonesia bagian timur
Sebuah pasukan VOC berhasil mengusir tentara makasar dari kubu-kubu pertahanan mereka di Hitu di tahun 1643. Tetapi tidak berhasil merebut benteng Kakiali. Kemudian pada bulan agustus, pihak belanda mengupah seorang spanyol yang telah membelot dari Kakiali supaya kembali ke Hitu untuk membunuh Kakiali, dan merebut benteng. Tetapi masih banyak orang Hitu yang melanjutkan perang mereka melawan VOC dari suatu tempat yang baru, Kapaha di sebelah utara Hitu. Namun pada juli 1646, Kapaha akhirnya dapat direbut. Pemimpin tahap terakhir masyarakat Hitu, Tulakabesi, menyerah dan bersedia memeluk Kristen. Meskipun demikian VOC menghukumnya dengan hukuman mati di Ambon pada 1646.
Inilah terakhir perlawanan efektif yang dilakukan untuk melawan VOC di Hitu. Walaupun setelah itu masih dilakukan berbagai usaha dengan membentuk komplotan-komplotan anti-VOC tapi tak ada satu komplotan pun yang menjadi ancaman nyata bagi VOC seperti yang pernah ditunjukan masyarakat Hitu pada sebelum tahun 1646.

2 comments:

  1. Dear Xsan,
    am searching for a picture of my ancestor Pieter Roselaer. He lived in Hitoe and Amboina around 1693.
    Thank you very much, Dick van Weelderen Okotoks Canada

    ReplyDelete
    Replies
    1. terimakasih kembali, semoga bermanfaat

      Delete