Sunday 27 January 2013

TORAJA


              Suku Toraja adalah suku yang menetap di pegunungan bagian utara Sulawesi Selatan, Indonesia. Populasinya diperkirakan sekitar 1 juta jiwa, dengan 500.000 di antaranya masih tinggal di Kabupaten Tana Toraja, Kabupaten Toraja Utara, dan Kabupaten Mamasa.Kepercayaan suku Toraja pada zaman dahulu adalah animisme yang dikenal sebagai “Aluk To Dolo”. Pemerintah Indonesia telah mengakui kepercayaan ini sebagai bagian dari Agama Hindu Dharma. Tetapi sekarang mayoritas Kristen dan Islam.


1. Asal nama Toraja


           Nama Toraja mulanya diberikan oleh suku Bugis Sidenreng dan dari Luwu. Orang Sidenreng menamakan penduduk daerah ini dengan sebutan To Riaja yang mengandung arti "Orang yang berdiam di negeri atas atau pegunungan”, sedang orang Luwu menyebutnya To Riajang yang artinya adalah "orang yang berdiam di sebelah barat”. Pertama kali suku ini bernama “Toraya” yang berasal dari bahasa Bugis yaitu kata“To = Tau” yang artinya “orang” dan “Raya” dari kata “Maraya”yang berarti “besar”. Jadi artinya “orang orang besar, bangsawan”. Lama-kelamaan penyebutan tersebut menjadi Toraja, dan kata Tana berarti negeri, sehingga tempat pemukiman suku Toraja dikenal kemudian dengan Tana Toraja.


           Wilayah Tana Toraja juga bergelar “Tondok Lilina Lapongan Bulan Tana Matari allo” arti harfiahnya adalah "Negeri yang bulat seperti bulan dan matahari". Wilayah ini dihuni oleh etnis Toraja.


2. Asal masyarakat Tana Toraja


             Konon, leluhur orang Toraja adalah manusia yang berasal dari nirwana, mitos yang tetap melegenda turun temurun hingga kini secara lisan dikalangan masyarakat Toraja ini menceritakan bahwa nenek moyang masyarakat Toraja yang pertama menggunakan "tangga dari langit" untuk turun dari nirwana, yang kemudian berfungsi sebagai media komunikasi dengan Puang Matua (Tuhan Yang Maha Kuasa).


             Lain lagi versi dari DR. C. Cyrut seorang anthtropolog, dalam penelitiannya menuturkan bahwa masyarakat Tana Toraja merupakan hasil dari proses akulturasi antara penduduk local atau pribumi yang mendiami daratan Sulawesi Selatan dengan pendatang imigran dari Teluk Tongkin, Yunnan, daratan China Selatan. Proses pembauran antara kedua masyarakat tersebut, berawal dari berlabuhnya Imigran Indo China dengan jumlah yang cukup banyak di sekitar hulu sungai yang diperkirakan lokasinya di daerah Enrekang, kemudian para imigran ini, membangun pemukimannya di daerah tersebut.


3. Kebudayaan Suku Toraja


      a. Sejarah Aluk (agama)


          Konon manusia yang turun ke bumi, telah dibekali dengan aturan keagamaan yang disebut aluk. Aluk adalah aturan keagamaan yang menjadi sumber dari budaya dan pandangan hidup leluhur suku Toraja yang mengandung nilai religius yang mengarahkan pola-pola tingkah laku hidup dan ritual suku Toraja untuk mengabdi kepada Puang Matua.


          Cerita tentang perkembangan dan penyebaran Aluk terjadi 2 tahap, yakni: “Tipamulanna Aluk ditampa dao langi” yaitu permulaan penciptaan Aluk diatas langit, Mendemme' di kapadanganna yakni Aluk diturunkan kebumi oleh Puang Buru Langi' dirura. Kedua tahapan ini lebih merupakan mitos. Dalam penelitian pada hakekatnya aluk merupakan budaya/aturan hidup yang dibawa kaum imigran dari dataran Indo China pada sekitar 3000 tahun sampai 500 tahun sebelum masehi.


          Beberapa Tokoh penting daiam penyebaran aluk, antara lain: Tomanurun Tambora Langi' adalah pembawa aluk Sabda Saratu' yang mengikat penganutnya dalam daerah terbatas yakni wilayah Tallu Lembangna.


          Selain daripada itu terdapat Aluk Sanda Pitunna disebarluaskan oleh tiga tokoh, yaitu : Pongkapadang bersama Burake Tattiu' menuju bagian barat Tana Toraja yakni ke Bonggakaradeng, sebagian Saluputti, Simbuang sampai pada Pitu Ulunna Salu Karua Ba'bana Minanga, dengan membawa pranata sosial yang disebut dalam bahasa Toraja "To Unnirui' suke pa'pa, to ungkandei kandian saratu” yakni pranata sosial yang tidak mengenal strata.


          Kemudian Pasontik bersama Burake Tambolang menuju ke daerah-daerah sebelahtimur Tana Toraja, yaitu daerah Pitung Pananaian, Rantebua, Tangdu, Ranteballa, Ta'bi, Tabang, Maindo sampai ke Luwu Selatan dan Utara dengan membawa pranata sosial yang disebut dalam bahasa Toraja "To Unnirui' suku dibonga, To unkandei kandean pindan", maksudnya pranata sosial yang menyusun tata kehidupan masyarakat dalam tiga strata sosial.


           Tangdilino bersama Burake Tangngana ke daerah bagian tengah Tana Toraja dengan membawa pranata sosial "To unniru'i suke dibonga, To ungkandei kandean pindan", Tangdilino diketahui menikah dua kali, yaitu dengan Buen Manik, perkawinan ini membuahkan delapan anak. Perkawinan Tangdilino dengan Salle Bi'ti dari Makale membuahkan seorang anak. Kesembilan anak Tangdilino tersebar keberbagai daerah, yaitu Pabane menuju Kesu', Parange menuju Buntao', Pasontik ke Pantilang, Pote'Malla ke Rongkong (Luwu), Bobolangi menuju Pitu Ulunna Salu Karua Ba'bana Minanga, Bue ke daerah Duri, Bangkudu Ma'dandan ke Bala (Mangkendek), Sirrang ke Dangle.


            Itulah yang membuat seluruh Tondok Lepongan Bulan Tana Matari' Allo diikat oleh salah satu aturan yang dikenal dengan nama Tondok Lepongan Bulan Tana Matari' Allo arti harfiahnya adalah "Negeri yang bulat seperti Bulan danMatahari". Nama ini mempunyai latar belakang yang bermakna, persekutuan negeri sebagai satu kesatuan yang bulat dari berbagai daerah adat. Ini dikarenakan Tana Toraja tidak pernah diperintah oleh seorang penguasa tunggal, tetapi wilayah daerahnya terdiri dari kelompok adat yang diperintah oleh masing-masing pemangku adat dan ada sekitar 32 pemangku adat di Toraja.

           Karena perserikatan dan kesatuan kelompok adat tersebut, maka diberilah nama perserikatan bundar atau bulat yang terikat dalam satu pandangan hidup dan keyakinan sebagai pengikat seluruh daerah dan kelompok adat tersebut.

b. Kambira (Kuburan Bayi)


          Seseorang bayi yang belum tumbuh gigi apabila meninggal dunia akan dikuburkan ke dalam sebatang pohon kayu yang hidup dari jenis pohon kayu Tarra. Kayu yang digunakan dilokasi ini telah berumur sekitar ± 300 tahun yang lalu. Proses pelaksanaan pekuburan ini di laksanakan beberapa tahap, yakni: Bayi yang meninggal dibalut dengan kain putih yang pernah dipakai dalam posisi dalam keadaan dipangku.Kemudian keluarga memberi tanda pada pohon kayu yang hendak digunakan sebagai kuburan yang disebut oleh masyarakat dengan sebutan “matanda kayu”.Membuat lubang dengan ketentuan tidak boleh berhadapan dengan rumah kediamannya.Mempersiapkan penutup kubur dari bahan pelepah enau. Membuat tana atau pasak dari ijuk sesuai tingkatan strata sosialnya.12 tana karurung bagi tingkatan bangsawan. 8 tana karurung bagi tingkatan menengah. 6 tana karurung bagi tingkatan bawah. Makadende yaitu membuat tali ijuk sebelum jenasah dibawa ke kuburan, seekor babi jantan hitam dipotong atau disembelih di halaman rumah duka, kemudian dibawa ke kuburan dengan diusung.


          Setibanya di kuburan babi tersebut dimasak dalam bambu atau yang sering disebut oleh masyarakat Toraja dengan dipiong, tanpa diberi garam atau bumbu lainnya setelah semua itu siap mayat dibawa ke kuburan dengan syarat sebagai berikut:


              - Dibawa dalam posisi dipangku.


              - Pengantar mayat baik laki-laki maupun perempuan harus berselubung kain.


              - Dilarang berbicara, menoleh ke kiri atau ke kanan maupun ke belakang.


          Setibanya jenasah di pekuburan penjemput jenasah turun dari tangga lalu mengambil, mengangkat, dan memasukkan jenasah ke dalam lubang kayu dalam posisi berlutut menghadap keluar. Kemudian kubur itu ditutup dengan kulimbang di tanah dipasak sesuai dengan statusnya dan sesudah ini dilapisi dengan ijuk dan diikat dengan tali yang terbuat dari ijuk yang disebut “kadende”.Sepanjang kegiatan tersebut di atas, seluruh orang yang hadir dilarang berbicara, nanti setelah “mataletek pa piong” yang artinya membelah bambu berisi daging yang sudah masak, berarti orang sudah boleh berbicara dan orang yang berada diatas tangga sudah boleh turun.


          c.  Upacara pemakaman


           Dalam masyarakat Toraja, upacara pemakaman merupakan ritual yang paling penting dan berbiaya mahal. Semakin kaya dan berkuasa seseorang, maka biaya upacara pemakamannya akan semakin mahal. Dalam agama aluk, hanya keluarga bangsawan yang berhak menggelar pesta pemakaman yang besar. Pesta pemakaman seorang bangsawan biasanya dihadiri oleh ribuan orang dan berlangsung selama beberapa hari. Sebuah tempat prosesi pemakaman yang disebut “rante” biasanya disiapkan pada sebuah padang rumput yang luas, selain sebagai tempat pelayat yang hadir, juga sebagai tempat lumbung padi, dan berbagai perangkat pemakaman lainnya yang dibuat oleh keluarga yang ditinggalkan. Musik suling, nyanyian, lagu dan puisi, tangisan dan ratapan merupakan ekspresi duka cita yang dilakukan oleh suku Toraja tetapi semua itu tidak berlaku untuk pemakaman anak-anak, orang miskin, dan orang kelas rendah.


          Upacara pemakaman ini kadang-kadang baru digelar setelah berminggu-minggu, berbulan-bulan, bahkan bertahun-tahun sejak kematian yang bersangkutan, dengan tujuan agar keluarga yang ditinggalkan dapat mengumpulkan cukup uang untuk menutupi biaya pemakaman. Suku Toraja percaya bahwa kematian bukanlah sesuatu yang datang dengan tiba-tiba tetapi merupakan sebuah proses yang bertahap menuju Puya yang berarti “dunia arwah, atau akhirat. Dalam masa penungguan itu, jenazah dibungkus dengan beberapa helai kain dan disimpan di bawah tongkonan. Arwah orang mati dipercaya tetap tinggal di desa sampai upacara pemakaman selesai, setelah itu arwah akan melakukan perjalanan ke Puya.


          Bagian lain dari pemakaman adalah penyembelihan kerbau. Semakin berkuasa seseorang maka semakin banyak kerbau yang disembelih. Penyembelihan dilakukan dengan menggunakan golok. Bangkai kerbau, termasuk kepalanya, dijajarkan di padang, menunggu pemiliknya, yang sedang dalam "masa tertidur". Suku Toraja percaya bahwa arwah membutuhkan kerbau untuk melakukan perjalanannya dan akan lebih cepat sampai di Puyajika ada banyak kerbau. Penyembelihan puluhan kerbau dan ratusan babi merupakan puncak upacara pemakaman yang diringi musik dan tarian para pemuda yang menangkap darah yang muncrat dengan bambu panjang. Sebagian daging tersebut diberikan kepada para tamu dan dicatat karena hal itu akan dianggap sebagai utang pada keluarga almarhum.


          Ada tiga cara pemakaman: Peti mati dapat disimpan di dalam gua, atau di makam batu berukir, atau digantung di tebing. Orang kaya kadang-kadang dikubur di makam batu berukir. Makam tersebut biasanya mahal dan waktu pembuatannya sekitar beberapa bulan. Di beberapa daerah, gua batu digunakan untuk meyimpan jenazah seluruh anggota keluarga. Patung kayu yang disebut “tau tau”biasanya diletakkan di gua dan menghadap ke luar.Peti mati bayi atau anak-anak digantung dengan tali di sisi tebing. Tali tersebut biasanya bertahan selama setahun sebelum membusuk dan membuat petinya terjatuh.



         d. Tongkonan (rumah adat)


          Tongkonan adalah rumah tradisional Toraja yang berdiri di atas tumpukan kayu dan dihiasi dengan ukiran berwarna merah, hitam, dan kuning. Kata "tongkonan" berasal dari bahasa Toraja “tongkon” yang berarti "duduk".


           Tongkonan merupakan pusat kehidupan sosial suku Toraja. Ritual yang berhubungan dengan tongkonan sangatlah penting dalam kehidupan spiritual suku Toraja oleh karena itu semua anggota keluarga diharuskan ikut serta karena Tongkonan melambangan hubungan mereka dengan leluhur mereka. Menurut cerita rakyat Toraja, tongkonan pertama dibangun di surga dengan empat tiang. Ketika leluhur suku Toraja turun ke bumi, dia meniru rumah tersebut dan menggelar upacara yang besar.


           Pembangunan tongkonan adalah pekerjaan yang melelahkan dan biasanya dilakukan dengan bantuan keluarga besar. Ada tiga jenis tongkonan. Tongkonan Layuk adalah tempat kekuasaan tertinggi yang digunakan sebagai pusat "pemerintahan". Tongkonan Lekamberan adalah milik anggota keluarga yang memiliki wewenang tertentu dalam adatdan tradisi lokal sedangkan anggota keluarga biasa tinggal di tongkonan Batu.

Eksistensi Samurai di Jepang



Samurai adalah istilah untuk kasta prajurit dalam strata masyarakat Jepang. Samurai mulai eksis sekitar abad ke-12 ketika dua klan terkuat masa itu, Taira dan Minamoto saling bertempur. Ketika klan Minamoto mengalami kekalahan, mereka kemudian menyusun suatu basis pertahanan militer dan menyerang balik Klan Taira. Dibawah kekuasaan klan Minamoto inilah, The Japanese Shogunate atau sistem pemerintahan militer, yang di sebut Bakufu terbentuk. Hirarki di bawah shogun adalah daimyo.1 Daimyo adalahpenguasa lokal yang mungkin setara dengan Duke kalau di Eropa.Kaum samurai ini mengabdi kepada para daimyo. Ada juga istilah ronin, yaitu samurai tanpa tuan.
Latar belakang munculnya golongan samurai ini di dasari karena para daimyo atau tuan-tuan tanah menginginkan penjagaan militer yang lebih khusus untuk mereka dalam menanggulangi adanya serangan-serangan yang tak terduga dari para petani yang pada saat itu merasa tidak puas dengan kekuasaan yang di dapat para daimyo sehingga seringkali mereka melakukan pemberontakan, akibatnya para daimyo mempersenjatai keluarga dan para petaninya. Namun, pada akhirnya samurai tumbuh menjadi satu golongan masyarakat tersendiri, berada di bawah daimyo dan diatas kalangan petani.
Saat Ieyasu Tokugawamengambil alih kekuasaan Jepang dari tangan Toyotomi Hideyoshi, dia memindahkan ibukota dari Kyoto ke Edo dan selama masa bakufu, peran para samurai sangatlah penting bagi keberlangsungan pemerintahan tersebut. Akan tetapi, sepanjang masa pemerintahan Tokugawa, Jepang berada dalam keadaan damai selama kurun waktu kurang lebih 265 tahun. Karena tidak ada perang, kaum samurai menjadi tidak mempunyai pekerjaan. Walaupun beberapa kemudian bekerja di sektor pelayanan umum, tapi pada dasarnya mereka adalah 'kaum penganggur' yang harus di hidupi oleh kasta-kasta yang lain, yang notabene merupakan kasta yang lebih rendah, yaitu para petani, pengrajin dan pedagang. Akibat dari hal tersebut, para samurai yang terbiasa melakukan tugasnya dengan pedang menjadi terlena dan mulai kehilangan semangat juang serta militansinya.1
Keadaan Jepang bertambah mengkhawatirkan pada masa pasca Restorasi Meiji, penandatanganan perjanjian  pembukaan politik isolasi Jepang dengan pihak asing ternyata tidak disetujui oleh semua pihak. Runtuhnya bakufu Edo yang selama ini melindungi militer dan feodalisme Jepang membuat para elit samurai merasa khawatir dengan “perkembangan zaman” dan masuknya pengaruh-pengaruh asing sejak masa kedatangan Komodor Perry. Situasi di Jepang seperti ini sangat berbahaya bagi sebuah pemerintah yang keamanannya tergantung kepada kesetiaan samurai.
Dimasa-masa akhir Tokugawa shogunate inilah lahir Saigo Takamori, anak seorang samurai kelas rendah. Ketika dewasa dia mengabdi kepada Shimazu


 
1Sakamoto, Taro. Jepang dulu dan sekarang, terjemahan oleh Sylvia Tiwon. Gajah Mada University Press. Yogyakarta. 1992. 
nariakira seorang daimyo dari klan Satsuma. Dari Nariakira, Takamori belajar tentang politik dan pemerintahan, yang berguna ketika kemudian dia ikut memimpin persekutuan antara klan Satsuma dan Choshu untuk menggulingkan kekuasaan Tokugawa dan mengembalikan kekuasaan ke tangan kaisar. Pengembalian kekuasaan ke tangan kaisar, di kenal sebagai Meiji Restoration.
Era Meiji mengawali era reformasi dari sistem feodal ke sistem modern. Termasuk didalamnya memodern-kan tentara Jepang dengan sistem barat. Sosok kuat di balik reformasi ini adalah Okubo Toshimichi. Dia dan  Saigo Takamori adalah kawan baik dan sama-sama berasal dari klan Satsuma. Salah satu kebijakan yang dikeluarkan pemerintah Meiji saat itu adalah berusaha menghapuskan sistem feodal yang mengikat Jepang dengan cara meniadakan golongan samurai beserta hak-hak istimewa yang mereka miliki. Kebijakan ini tentu saja mendatangkan pro dan kontra di kalangan birokrasi yang mayoritas merupakan golongan samurai.2 Takamori mendukung proses reformasi sejak dari awal bahkan kemudian dia diangkat menduduki jabatan penting di pemerintahan. Tetapi ketika hak-hak istimewa samurai di lupakan oleh kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan pemerintahan Meiji, terjadi perang batin, antara loyal terhadap negara di satu pihak dan kaum samurai di pihak lain.
Kekecewaan Saigo Takamori semakin memuncak ketika keinginannya untuk menaklukan daerah Korea ditolak oleh pemerintah, karena kondisi negara


 
2Ibid
yang masih belum stabil. Akibatnya, Takamori mengundurkan diri dari pemerintahan dan kembali ke daerah asalnya di Kagoshima. Disana dia mendirikan sekolah untuk samurai dan para samurai yang tidak puas dengan sistem pemerintahanpun mulai bergabung. Bujukan dari unsatisfied samurai ini membawa Takamori memimpin pemberontakan terhadap pemerintah. Peristiwa ini tercatat sebagai The Satsuma Rebellion. Pasukan Takamori kalah, dan mereka mundur kembali ke Kagoshima.
Dengan sisa sekitar 300 samurai, mereka bertahan dengan bersembunyi didalam gua-gua di bukit Shiroyama. Ketika jumlah pasukannya menyusut, karena kurangnya pasokan makanan, amunisi dan juga karena kelelahan, Takamori sadar, bahwa dia telah kalah.
Di pagi hari tanggal 24 September 1877, sekelompok kecil samurai yang hanya mempunyai pedang ditangan untuk bertahan, di hujani meriam oleh ribuan tentara pemerintah. Namun akhirnya tubuh Takamori dan pengikutnya ditemukan dalam keadaan terpenggal kepalanya. Mereka telah melakukan seppuku atau bunuh diri dengan jalan seorang samurai daripada tertangkap sebagai seorang pemberontak.
Pemberontakan yang dilakukan kaum samurai inilah yang membuat pemerintah Meiji berhasrat melakukan modernisasi terutama dalam masalah persenjataan militer. Akan tetapi, akhirnya pemerintah Jepang  menyadari, bahwa modernisasi yang membabi buta tanpa memperhitungkan budaya dan tradisi mereka yang sudah mendarah daging juga tidak akan membawa kemajuan yang berarti bagi negaranya. Sehingga mereka berupaya untuk melakukan modernisasi tanpa harus menghilangkan tradisi atau budaya yangmereka miliki.
Melihat dari perjalanan sejarah mereka ini, sungguh bisa dipahami jika Jepang saat ini mengalami kemajuan yang sangat pesat. Jadi, karena mereka menyeimbangkan antara budaya dan modernisasi. Semangat bushido yang di adopsi dari para samurai dipadukan dengan kemajuan, menjadikan Jepang sebuah negara yang mempunyai karakteristik tersendiri. Dengan kata lain, dengan menunggangi budaya mereka bisa mencapai modernisasi dan semua itu tidak lepas dari peranan para samurai-samurai dengan semangat bushido-nya.

HINDU-BUDHA di JAWA TENGAH



1.      Masuknya Hindu-Budha di Jawa Tengah
 Indonesia mempunyai wilayah yang sangat strategis dalam percaturan perdagangan dunia. Hal ini dikarenakan wilayah laut Indonesia yang sering dilewati oleh para pedagang barat yang akan menuju ke timur ataupun pedagang dari timur yang akan menuju ke barat. Karena wilayah yang sangat strategis itu, wilayah di Indonesia sering pula dijadiakn sebagai tempat singgah bagi para pedagang. Tempat itu adalah pesisir-pesisir pantai termasuk pula wilayah Jawa Tengah. Para pedagang yang singgah tersebut umumnya membawa hal-hal baru yang nantinya akan diterima oleh masyarakat asli daerah pesisir. Salah satunya adalah agama Hindu-Budha yang berkembang di Jawa Tengah.
Agama Hindu-Budha di Jawa Tengah diperkirakan Masuk pada awal tarikh masehi dan dibawa oleh para pedagang/musafir dari India, antara lain : Maha Resi Agastya, yang kemudian di Pulau Jawa dikenal dengan sebutan Batara Guru atau Dwipayana dan musafir dari China yang bernama Budha Pahyien. Setelah diterima di wilayah pesisir, kemudian agama Hindu-Budha berkembang di wilayah-wilayah lain di Jawa Tengah. Hal itu ditunjukan dengan munculnya kerjaan-kerajaan dan peradaban Hindu-Budha di Jawa Tengah.

2.      Perkembangan Hindu-Budha di Jawa Tengah
Perkembangan Hindu-Budha di Jawa Tengah ditandai dengan munculnya kerjaan-kerajaan yang bercorak Hindu-Budha. Di Jawa Tengah dikenal dengan adanya dua wangsa yaitu wangsa Syailendra dan wangsa Sanjaya. Keduanya merupakan dua penguasa besar yang berada pada masanya masing-masing.
Wangsa Syailendra atau Dinasti Syailendra adalah penguasa di Jawa Tengah yang berasal dari Sumatera. Dikisahkan Syailendra berasal dari Sriwijaya dan datang ke jawa untuk menguasai jawa yang dikenal membangkang pada kerajaan Sriwijaya. Pada awalnya Dinasti Syailendra menaklukan Kerajaan Tarumanegara dan Ho Ling tetapi pada akhirnya menduduki wilayah Jawa Tengah.
            Salah satu kerajaan yang berkembang pada wangsa Syailendra adalah kerajaan Medang. Kerajaan Medang atau kerajaan Mataram sebenarnya berada dalam dua kekuasaan yaitu wangsa Syailendra dan wangsa Sanjaya. Tetapi yang berbeda adalah agama yang dianut, pada masa wangsa Syailendra lebih mengutamakan agama budha dan wangsa Sanjaya menganut Hindu Shiwa. Adapun raja-raja yang berkuasa pada wangsa Syailendra adalah Bhanu (752-775), raja pertama dan pendiri wangsa Syailendra, Wisnu (775-782), Candi Borobudur mulai dibangun, Indra (782-812), Samaratungga (812-833), Candi Borobudur selesai dibangun, Pramodhawardhani (833-856), Balaputra Dewa ( 833-850).
            Salah satu peninggalan wangsa Syailendra yang terkenal adalah Candi Borobudur yang merupakan candi umat Budha Mahayana. Candi ini didirikan pada tahun 800-an Masehi. Menurut sejarawan, J.G. de Casparis, pada tahun 1950 berpendapat bahwa Borobudur merupakan tempat pemujaan. Yang dimaksud ialah pemujaan bagi para Budha. Di dinding candi terdapat banyak relief yang memiliki cerita tersendiri. Relief-relief pada Candi Borobudur ditulis dalam Bahasa Sansekerta.
            Selain candi Borobudur, banyak pula peninggalan candi dari Dinasti Syailendra. Pada umumnya, candi-candi tersebut bercorak Budha seperti Candi Mendhut, Candi Pawon, Candi Kalasan, Candi Sari, Candi Bumbung, Candi Sewu, Candi Plaosan dan candi Sajiwan.
            Runtuhnya wangsa Syailendra dikarenakan adanya perbedaan kekuasaan antara penguasa yang beragama Budha dan rakyat yang mayoritas beragama Hindu Shiwa. Untuk mensiasati hal tersebut, Raja Samaratungga menikahkan putrinya, Pramodha Wardhani dengan Rakai Pikatan yang ketika itu menjadi pangeran dari wangsa Sanjaya. Tetapi pada akhirnya, Dinasti Syailendra runtuh pada tahun 850 yakni ketika Balaputra Dewa diserang oleh Rakai Pikatan dimana Balaputra Dewa sendiri adalah saudara dari Pramodhawardhani.
            Wangsa Sanjaya merupakan penguasa jawa Tengah yang menganut agama Hindu. Sebelum terjadi perkawinan politik antara Pramodhawardhani dan Rakai Pikatan, Dinasti Sanjaya memiliki kekuasaan di Jawa Tengah bagian utara. Prof. Dr. J.G. de Casparis menduga bahwa Dinasti Sanjaya menguasai Jawa Tengah bagian utaradan Dinasti Syailendra menguasai Jawa Tengah bagian selatan.j
            Raja-raja yang pernah memimpin pada masa Dinasti Sanjaya adalah Sanjaya, Rakai Panangkaran, Rakai Panunggalan, Rakai Warak, Rakai Garung, Rakai Pikatan, Rakai Kayuwangi, dan Rakai Watuhumalang. Banyak pula candi-candi peninggalan Dinasti Sanjaya, diantaranya adalah candi yang berada di dataran tinggi Dieng, Kompleks Kreng Gunung Ungaran (Candi Gedong Songo, Candi Kalitaman, Candi Kaliklotok, Candi Argokusumo, Candi Gonoharjo, dan sebagainya), Candi Dukuh (Dekat Banyu Biru) dan masih banyak lagi terdapat bekas-bekas reruntuhan candi di beberapa daerah pesisir utara Jawa Tengah.k Selain terdapat pula Candi Prambanan yang terletak di bagian selatan Jawa Tengah.
3.      Kehidupan sosial masyarakat pada masa Hindu-Budha di Jawa Tengah
Jawa Tengah merupakan daerah dengan penghasil utama dalam bidang agraris. Hal inilah yang menyebabkan sektor pertanian menempati kedudukan utama dalam hal perekonomian. Prasasti Canggal memberiakn Ilustrasi kepada kita bahwa Pulau Jawa adalah pulau yang menghasikan berita. Berita dari Prasasti Canggal itu dapat ditafsirkan bahwa kemungkinan besar beras merupakan hasil bumi utama bagi Pulau Jawa  disamping hasil bumi yang lain.l Selain dalam sektor pertanian masih ada beberapa sektor-sektor lain yang juga menonjol dan menunjang kemakmuran diantaranya adalah tambang/pandai emas, tukang kayu, barang pecah belahdan lain sebagainya.
Untuk kehidupan sosial masyarakat Sendhi di Jawa Tengah, khususnya pada masa Hindu juga mengenal kasta-kasta seperti halnya di India walaupun jurang pemisah antar kasta tidak seekstrem yang ada di India.
4.      Berakhirnya masa kejayaan Hindu-Budha di Jawa Tengah
          Masa kejayaan Hindu-Budha di Jawa Tengah mulai tergusur akibat masuknya pengaruh agama Islam di Pulau Jawa. Pengaruh agama Islam sendiri masuk di wilayah pesisir utara Pulau Jawa sekitar abad ke 14-15 Masehi. Sepert halnya agama Hindu-Budha, masuknya agama Islam juga dibawa oleh pedagang-pedagang dari luar seperti dari Arab, Persia dan Gujarat. Perkembangan agama islam berlangsung dengan cepat dan mulai menggusur pengaruh Hindu-Budha di Jawa Tengah, hal ini dibuktikan dengan munculnya kerajaan Islam di Jawa Tengah diantaranya kerajaan Demak (tahun 1981) yang menandai masuknya agama Islam di Jawa Tengah.

Saturday 26 January 2013

PERANG ACEH


A.   Perang Pertama

Pada tanggal 8 April 1873 Belanda mendarat di pantai Ceureumen Banda Aceh dalam pimpinan Mayor Jendral J H R Kohler dengan membawa 3198 pasukan, termasuk 168 KNIL. Mereka mengahdapi sistem perlawanan yang terorganisir rapi dari pasukan Aceh. Pada awal pendaratan, pasukan Aceh mundur hingga terjadi pertempuran satu lawan satu. Ketika batalion-batalion mendarat, sembilan prajurit tewas, 46 lainya luka-luka dan sebagian besar menjadi korban tebasan kewelang. Hanya dengan sangkur yang tidak praktis, prajurit-prajurit Belanda mengelak serangan-serangan dasyat pasukan Aceh. Arteleri pasukan Aceh lebih handal dari yang pernah mereka hadapi. Bahkan pada hari pertama perang, Kapal Perang Citadel van Antwerpen dihujani 12 tembakan meriam.
Rencananya, Kohler ingin mendirikan pangkatan militer di sekitar muara sungai Aceh. Setelah itu, pasukan penyerbu menguasai keraton kediaman Sultan. Kohler menduga, bila istana direbut, tugas utama sudah selesai karena pusat pemerintahan sudah dikuasai dan Aceh pasti menyerah. Belanda masuk ke Banda Aceh melalui jalur sungai dengan menduduki Masjid Raya Baiturrahman pada 11 April 1873. Belanda pikir masjid itu sebagai istana kesultanan karena berada di tengah kota. Pada hari itu juga, Belanda mengurangi jumlah pasukan karenan tidak ada perlawanan. Begitu masjid kosong, giliran pasukan Aceh menguasai masjid tersebut. Hal ini menyebabkan terjadi pertempuran sengit karena Kohler berusaha merebut kembali.
Pada hari ketiga pertempuan, 14 April 1873, Kohler yang berdiri di bawah pohon besar rubuh dan tewas oleh sebutir peluru dari pasukan Aceh yang dipimpin oleh Panglima Polem. Kematian Kohler membuat panik pasukan Belanda hingga kocar-kacir. Posisi Kohler langsung digantikan oleh Kolonel van Daalen dan menarik mundur pasukan. Perang berkecamuk dimana-mana selama 10 hari. Barisan pertahanan Aceh yang semula terdiri dari Peukan Aceh, Lambhuek, Lampu’ik, Peukan Bada, Lambada, Krueng Raya yang semula di Aceh Besar. Bala bantuan juga datang dari Teuron, Pidie, Peusangan dan wilayah lain. Masyarakat bertempur gagah berani yang menyebabkan Belanda kalah.
Ekspedisi yang gagal ini menghancurkan moral pasukan Belanda hingga meninggalkan Aceh pada 25 April 1873. Kekalahan ini benar-benar mengangetkan Belanda yang selama ini meremehkan kemampuan peran pribumi. Sebelumnya, Belanda dengan pasukan seadanya dari berbagai peperangan di Eropa dan Amerika selalu menang seperti Perang Bonjol, Perang Diponeroro dn lain-lain. Hingga memperluas wilayah kekuasaannya di Jawa dan Sumatra di Abad ke-19. Sebaliknya, kemenangan gemilang yang diraih Aceh telah meningkatkan moral mereka terhadap supremasi orang putih dan giat meningkatkan kesiagaan dari kemungkinan penyerbuan kembali. Aceh menduga, Belanda akan menyerang paling tidak 6 bulan lagi.

B.   Perang Aceh kedua

Setelah Belanda dipaksa mundur oleh pasukan Aceh dari Banda Aceh, Belanda berhati-hati untuk tidak mengulangi kesalahan yang kedua kali. Mereka belajar pada serangan pertama tanpan rencana matnag yang menyebabkan Kohler tewas. Kali ini pasukan di pimpin oleh Jenderal van Swieten yang sudah pensiun tapi dipanggil untuk memimpin pasukan yang didampingi oleh Mayor jenderal Verspyk.
Persiapan peperangan dengan memobilisasi operasi besar-besaran ke Aceh pada 11 November 1873. Belanda mengerahkan 22 kapal perang yang mengangkut 8545 pasukan tempur, 4560 pendukund non tempur. Pendaratan dilakukan pada 9 Desember 1873 di rawa bakau pantai utara dengan membangun pagar pertahanan.
Perang terjadi ketika Masjid Raya Baiturrahmandiserbu dan dikuasai Belanda pada 6 Januari 1874. Sasaran berikutny adalah istana kesultanan, sebuah kompleks seluas 600x 250 meter yang dilingkari dinding bambu-bambu runcing selebar 5 meter dan juga lubang-lubang jebakan. Di kompleks istana sudah siaga 40 penembak jitu laskar Aceh.
Belanda menyerbu kompleks istana pada 24 Januari 1874 dengan menembakan peluru-peluru artileri. Namun malam hari sebelumnya, Sultan dan pasukan pertahana telah menghilang dari istana yang sama sekali tidak diduga oleh pasukan penyerbu. Keraton dikuasai oleh Belanda pada 26 Januari dan van Swieten mengucap “de kraton is ons” (kraron sudah kami kuasai) yang didengungkan di Jakarta seolah-olah Aceh sudah kalah karena telah menguasai kraton. Lalu pada  31 januari 1874, Van Swieten memaklumkan bahwa Aceh telah menjadi wilayah Kerajaan Belanda.
Setelah menguasai Banda Aceh, van Swieten di ganti oleh Kolonel Pel (kelak menjadi Jenderal) membangun 38 benteng petahanan seluas 50 meter persegi yang diperkuat oleh 2700 pasukan yang tidak lagi melakukan operasi ofensif. Belanda yakin, pasukan Aceh tidak akan menyerang lagi. Perang Aceh berlangsung sengit yang menimbulkan korban besar pada kedua pihak. Sekitar 1500 pasukan Belanda tewas dalam pertempuran sejak November 1873 hingga           April 1874. Pada Januari 1874, ibukota Banda Aceh dikuasai oleh Belanda yang mulanya menduga peperangan sudah berakhir dengan kekalahan pihak kesultanan. Enam bulan pertama, Aceh terlihat tenang dan Belanda merasa yakin bahwa Aceh sudah dikuasai  sepenuhnya. Namun itu keliru, walaupun keraton sudah dikuasai , rakyat Aceh tidak pernah menyerah Sultan Muhammad bersama keluarga mundur dari istana dan memeimpin perang geriliya. Dan keadaan berubah dan seolah menjadi neraka bagi pasukan Belanda karena sering terjadi penyerangan pada malam hari. untuk pertama kalinya Belanda dihadapkan dengan pola hit and run perang geriliya yang dilakukan pasukan pertahanan Aceh. Belanda kewalahan dengan sistem perang ini di tambah lagi dengan 432pasukannya tewas karena kolera.
 Sultan meninggal karena penyakit kolera pada 26 Januari 1874, secepatnya dia digantikan oleh Tuanku Muhammad Daud (cucu Sultan Ibrahim berusia 10 tahun) yang dinobatkan sebagai Sultan di Masjid Indrapuri. Perang petama dan kedua adalah perang total dan frontal. Setelah Banda Aceh dikuasai oleh Belanda, ibukota berpindah-pindah ke Keumala Dalam, Indra Puri dan tempat lain.
Perang Aceh kedua dipimpin oleh Panglima Polem bersama Tuanku Hasyim memperkuat Lung Bata, sebuah kampung yang strategis di Banda Aceh dan baru jatuh ke tangan Belanda yang dipimpin oleh Jenderal Pel pada Desember 1874 dan Panglima Polem pun menyingkir ke Mukim. Aksi perlawan dilanjutakan di Aceh Besar ketika Imuen Lung Bata, Teuku Muda Baet bersama Teuku Chik Lamnga berhasil membentuk kembali pasukan Aceh dalam jumlah besar pada September 1875. Hingga akhir tahun 1875, Belanda tidak berusaha untuk mengusai Aceh secara utuh.
Den agHhhhhhhhhhhhhHhhhhhhjbjbjgggggggggggg Haag menghendaki sistem operasional tidak dengan operasai ofensif untuk mengejar musuh masuk ke pedalaman. Sebaliknya, menunggu saja di pantai karena dari sisi ekonomi, biasanya orang di pedalaman akan ke pantai. Mereka tergantung ekonomi dari luar dan laut menjadi penghubung dengan dunia luar. Namun keadaan berubah ketika Gubernur Jenderal Johan Wilhem van Goltstein memerintahkan melancarkan serangan ofensif hingga ke pedalaman untuk segera mengakhiri peperangan. Pada Juli 1875, Pel melancarkan operasi militer besar-besaran di Aceh Besar untuk menguasai pesisir pantai dari Krueng Raba di barat hingga Krueng Raja di wilayah timur. Tujuannya untuk mengucilkan hubungan Aceh Besar dari laut, memutuskan jaringan logistik untuk pasukan.
Langkah ini sia-sia karena jalan-jalan di perbukitan yang menghubungkan lembah Aceh dengan Pie dan Pantai barat yang berliku-liku dan terjal. Belanda menyadari bahwa untuk kondisi Aceh tikadak mungkin untuk tetap berpijak pada pantai yang selama ini dilakukan. Tetapi Aceh sama sekali tidak takluk dan tetap[ bertahan di pedalaman dan melakukan penyerangan  geriliya yang masih asing bagi pasukan penyerbu. Pasukan tambahan dari Jakarta dikirim pada Novvember 1875. Namun Aceh tidak berhasil dikuasai sepenuhnya. Bahkan tiba-tiba Jenderar Pel meninggal dunia pada Februari 1876 hingga operaasi militer dihentikan oleh penggantinya Jenderal Wiggers van Kerchem.
Perang Aceh kedua sudah memasuki tahun kedua. Seringkali terjasi kontak senjata sporadis dan tidak terlihat tanda-tanda akan berakhir. Pemerintah Den Haag mulai cemas karena biaya peperangan sudah menelan biaya 70 juta gulden dan Aceh belum berhasil dikuasai. Anggaran mulai dibatasi dan ini mempengaruhi operasi militer. Misalnya rencana operasi ofensif yang ingin dilalakukan Pel ke pedalaman harus diurungkan. Tujuan Pel harus tercapai tahun depan yang dilakukan oleh Jenderal Diemont dengan melaksanakan penyerangan besar-besaran di pinggir Banda Aceh. Pertempuran sengit terjadi pada Januari 1877 di Lam Bada tepi sungai bagian utara Banda Aceh yang di pimpin oleh Teuku Paya yang gigih mempertahankan tanah kelahirannya.

C.   Perang Aceh ketiga

Perang Aceh menjadi duri yang membuat luka yang kian membesar di Den Haag. Misalnya perang yang tidak terlihat ujungnya itu sudah menghabiskan 70 juta gulden yang merupakan sepertiga dari anggaran pemerintah Hindi Belanda. Perang Aceh memonopoli sebagian besar dari pasukan ini sudah termakan usai sedangkan untuk merekrut pasukan baru tidak mudah karena anggaran perang terbatas.
Menteri Peperangan Belanda Jenderal August Willem Philip Weitzel justru merampingkan jumlah pasukan dan fasilitas pembangunan militer di Banda Aceh dan mengurangi pos-pos militer di luar kota. Sebagai gantinya dibangun beberapa basis konsentrasi pertahana, yang menurutnya cara efektif menaklukan Aceh. Sistem garis konsentrasi adalah mempertahankan pantai yang sudah dikuasai. Sistem ini dapat di tinggalkan saecara sporadis bila sewaktu-waktu harus melakukan serangan ofensif mengejar musuh.
Sisitem garis konsentrasi pertahanan mulai dibangun pada 20 Agustus 1884 yang terdiri dari 16 benteng pertahanan. Kekuatan benteng itu yakin terdiri 100 pasukan yang dilengkapi teleppon,  jalur trem, dipagari besi, kawat berduri dan rumah jaga di pintu gerbang. Penerapan garis konsentrasi sukar diterapkan karena memerlukananggota banyak. Untuk merekrut serdadu dari Eropa tidak mudah karena perlu biaya tinggi. Di sisi lain, tentara-tentara Belanda menjamin promosi pangkat. KNIL adalah bagian dari Kementrian Koloni Belanda yang tidak termasuk dalam jajaran Angkatan Darat Kerajaan Belanda.
Selama ini kepangkatan di lingkungan KNIL diperoleh dari luar Kementrian Koloni. Sedangkan periwira-perwira pada umumnya adalah pensiunan tentara kerajaan atau relawan. Kelak anggota KNIL, direkrut prajurit-prajurit pribumi dari Maluku, Minahasa, Timor yang dikenal ahli dalam perang hutan. Kemudian direkrut orang-orang Jawa yang sebagian besar dari Banyumas.
Pada malam hari, 8 November 1883 Kapal Uap SS Niesco milik Inggris berlayar lepas pantai barat sekitar Teunom Aceh Barat. Dalam perjalanan kembali ke Inggris membawa rarusan karung gula dari pelabuhan Surabaya dihantam badai dan hujan lebat dan gelombang menyeret ke daratan. Nahkoda bersama 29 anak buah kapal kandas dimuara sungai dekat Panga, sekitar 40 mil bagian utara Meulaboh. Kendati Aceh dilanda peperangan untuk ketiga kali, pasukan Aceh yang dipimpin oleh Teuku Imam menjarah isi kapan dan menyandera awak kapal.
Penyanderaan ini di maksudkan untuk menarik Inggris untuk mau melakukan kemauan Aceh untuk membebaskan perdagangan internasional untuk selama-lamanya. Beberapa pertemuan dilakukan Inggris dan pihak Aceh tapi tidak pernah ada titik temu. Hinnga awak kapal mati di Aceh dan Pemerintah Inggris di kecam oleh pihak keluarga-keluarga tawanan.

D.   Perang Aceh keempat

 Taktik gereliya Aceh ditiru oleh ven Heutz denngan membentuk pasukan Marshaussee yang dipimpin oleh Christoffer yang mampu menguasai hutan rimba raya mencari geriliyawan-geriliyawan. Perang hutan dilancarkan ini mampu menaklukan istana Keumala pada Juni 1898. Pasukan van heutz melanjutkan pemburuan terhadap Panglima Polem dan Sultan Daud sepanjang pantai utara, Pasai, bahkan pegunungan terpencil di Tangse.
Teuku umar tiba di pantai barat pada Agustus 1898 bersama 800 pasukan yang menimbulkan keresahan bagi penguasa di wilayah itu yang  berpihak pada Belanda. Van Heutz  mengetahui Umar dengan mengirim enam brigade Marshaussee dan satu batalyon infantri. Pengejaran dilakukan di tengah musim hujan yang membuat medan sukar dilewat. Pada Januari 1899, van Heutz ke Meulaboh karena disinyalir  Umar disana. Pada 10 Februari 1899, van Heutz memberi perintah kepada satu detasemen untuk menyergap perkemahan Umar.  Ternyata Umar sudah tahu karena malam sebelumnya dia memutar di Meulaboh untuk menyerbu kota itu. Van Heutz menyebarkan mata-mata melacak Umar. Hasilnya, seorang informan yakni Leubeh membocorkan posisi Umar.
Naluri Van Heutz sangat tajam. Malam itu juga , ia memerintahkan satu regu yang terdiri dari 18 prajurit turunan Jawa dan dua sersan Eropa yang dipimpin oleh Letnan Verburg berjalan sejauh 20 menit dari Meulaboh untuk memasang jebakan. Verburgh menempatkan pasukan detasemen kecil di pantai. Beberapa jam kemudian, Verburgh melihat dalam kegelapan muncul kerumunan orang. Tembakan serentak dilepaskan yang menimbulkan kepanikan.  Lalu, Verburgh menarik mundur opasukan untuk mencegah kekuatan yang jauh lebih besar. Esok paginya, 11 Februari 1899, Belanda menyaksikan jenazah bergelimpangan di pantai. Sedangkan jenazah Teuku Umar di bawa kabur oleh anak buahnya untuk dikuburkan di hutan.
Pada 1899, duet Van Heutz dan Hurgronje melakukan ekspedisi-ekspedisi secara frontal dengan menjelajahi pantai timur dan barat. Termasuk melunasi utang di Batee Iliek olrh Karel van Heijden. Van Heutz memimpin ekspedisi di Batee Iliek pada tahun 1901 dengan menggunakan peluru-peluru yang dimuntahkan meriam kapal jarak jauh dan Howitzer berat ke Batee Iliek. Namun saja tidak dapat meratakan benteng utama pertahanan pasukan Samalaga di bawah pimpinan Panglima Polem. Serangan dilakukan dengan mendaki bukit melalui lapangan depan tang ditaburi ranjau dan menentang arus batu dan gumpalan-gumpalan karang yang di gelindingkan uleh pasukan Aceh ke bawah. Belanda juga di hujani oleh penembak-penembak jitu dari senapan mauser yang digunakan oleh Aceh. Pertempuran Samalaga terjadi pada 3 Februari 1901 yang bertepatan dengan hari ulang tahun van Heutz ke-50.
Penyerangan Benteng Batee Iliek menelan korban 5 orang tewas dan 27 marsose luka-luka. Pasukan penyerbu memasuki dan dihalangi oleh barisan perlawanan. Seorang laki-laki berjanggut panjang dengan obor menyala berlari menuju gudang mesiu. Tak lama kemudian terdengar 2 ledakan yang mengakhiri pertempuran di Benteng Batte Iliek. Dalam benteng tersebut terbaring 71 orang tewas dari barisan perlawanan. Tak jauh dari tempat itu terdapat desa tempat bermukimnya Panglima Polem yang telah melarikan diri dan meninggalkan sebuah foto ukuran besar dirinya sendiri di sebuah gubuk.
Taktik berikutnya yang diracik oleh Belanda adalah menculik anggota keluarga geriliyawan. Christoffel menculik permaisuri sultan pada Desember 1902. Van der Maaten menawan putra Sultan Tuanku Ibrahim. Akibatnya, SultanMuhammad Daud menyerah pada Januari 1903 di Singli dan berdamai. Van dder Maaten menyerbu Tangse mencari panglima Polem yang berhasil meloloskan diri. Sebagai gantinya ditangkap putra Panglima Polem, Cut Po Radeu saudara perempuannya, dan beberapa keluarga dekatnya. Hasilnya, Panglima Polem menyerah di Lhoksumawe pada Desember 1903.
Setelah Teuku Umar wafat, perjuangannya dilanjutkan oleh istrinya Cut Nyak Dien yang sudah ikut perang Aceh dari pertama dan kedua. Cut Nyak Dien di bantu dengan 800 pasukan dan perwira-perwira bawahan Teuku Umar seperti Pang LaotAli dan Pang Karim. Pada tahun 1904, Dien menyerang Marshausseeyang menewaskan perwira berpangkat kapten. Peristiwa ini melambungkan nama Dien di Aceh dan juga Eropa. Sejak akhir abad 19, di Eropa marak aksi unjuk rasa gerakan feminisme menuntut persamaan hak wanita. Perjuangan Dien menjadi buah bibir terutama dikalangan pejuang gender Eropa.