Sejarah
Terbentuknya Republik Maluku Selatan RMS : Republik Maluku Selatan (RMS)
adalah daerah yang diproklamasikan merdeka pada 25 April 1950 dengan maksud
untuk memisahkan diri dari Negara Indonesia Timur (saat itu Indonesia masih
berupa Republik Indonesia Serikat). Namun oleh Pemerintah Pusat, RMS dianggap
sebagai pemberontakan dan setelah misi damai gagal, maka RMS ditumpas tuntas
pada November 1950. Sejak 1966 RMS berfungsi sebagai pemerintahan di
pengasingan, Belanda.
Pada 25 April
1950 RMS hampir/nyaris diproklamasikan oleh orang-orang bekas prajurit KNIL dan
pro-Belanda yang diantaranya adalah Chr. Soumokil bekas jaksa agung Negara
Indonesia Timur yang kemudian ditunjuk sebagai Presiden, Ir. J.A. Manusama dan
J.H. Manuhutu.
Pemerintah Pusat yang mencoba
menyelesaikan secara damai, mengirim tim yang diketuai Dr. Leimena sebagai misi
perdamaian ke Ambon. Tapi kemudian, misi yang terdiri dari para politikus,
pendeta, dokter dan wartawan, gagal dan pemerintah pusat memutuskan untuk
menumpas RMS, lewat kekuatan senjata. Dibentuklah pasukan di bawah pimpinan
Kolonel A.A Kawilarang.
Pada 14 Juli 1950 Pasukan
ekspedisi APRIS/TNI mulai menumpas pos-pos penting RMS. Sementara, RMS yang
memusatkan kekuatannya di Pulau Seram dan Ambon, juga menguasai perairan laut
Maluku Tengah, memblokade dan menghancurkan kapal-kapal pemerintah.
Pemberontakan ini berhasil
digagalkan secara tuntas pada bulan November 1950, sementara para pemimpin RMS
mengasingkan diri ke Belanda. Pada 1951 sekitar 4.000 orang Maluku Selatan,
tentara KNIL beserta keluarganya (jumlah keseluruhannya sekitar 12.500 orang),
mengungsi ke Belanda, yang saat itu diyakini hanya untuk sementara saja.
RMS di Belanda lalu menjadi
pemerintahan di pengasingan. Pada 29 Juni 2007 beberapa pemuda Maluku
mengibarkan bendera RMS di hadapan Presiden Susilo Bambang Yudhono pada hari
keluarga nasional di Ambon. Pada 24 April 2008 John Watilette perdana menteri
pemerintahan RMS di pengasingan Belanda berpendapat bahwa mendirikan republik
merupakan sebuah mimpi di siang hari bolong dalam peringatan 58 tahun
proklamasi kemerdekaan RMS yang dimuat pada harian Algemeen Dagblad yang
menurunkan tulisan tentang antipati terhadap Jakarta menguat.
Tujuan politik RMS sudah berlalu seiring dengan melemahnya keingingan memperjuangkan RMS ditambah tidak adanya donatur yang bersedia menyisihkan dananya, kini hubungan dengan Maluku hanya menyangkut soal sosial ekonomi. Perdana menteri RMS(bermimpi) tidak menutup kemungkinan Maluku akan menjadi daerah otonomi seperti Aceh Kendati tetap menekankan tujuan utama adalah meraih kemerdekaan penuh
Tujuan politik RMS sudah berlalu seiring dengan melemahnya keingingan memperjuangkan RMS ditambah tidak adanya donatur yang bersedia menyisihkan dananya, kini hubungan dengan Maluku hanya menyangkut soal sosial ekonomi. Perdana menteri RMS(bermimpi) tidak menutup kemungkinan Maluku akan menjadi daerah otonomi seperti Aceh Kendati tetap menekankan tujuan utama adalah meraih kemerdekaan penuh
Pemimpin pertama RMS
Pemimpin pertama RMS dalam
pengasingan di Belanda adalah Prof. Johan Manusama, pemimpin kedua Frans Tutuhatunewa turun pada tanggal 25 april
2009. Kini John Wattilete adalah pemimpin RMS pengasingan di Belanda.
Dr. Soumokil mengasingkan diri ke Pulau Seram. Ia ditangkap di Seram pada 2 Desember 1962, dijatuhi hukuman mati oleh pengadilan militer, dan dilaksanakan di Kepulauan Seribu, Jakarta, pada 12 April 1966.
Dr. Soumokil mengasingkan diri ke Pulau Seram. Ia ditangkap di Seram pada 2 Desember 1962, dijatuhi hukuman mati oleh pengadilan militer, dan dilaksanakan di Kepulauan Seribu, Jakarta, pada 12 April 1966.
RMS di dukung belanda
Oleh karena kemerdekaan RMS
yang di Proklamirkan oleh sebagian besar rakyat Maluku, pada tanggal 24 April
1950 di kota Ambon, ditentang oleh Pemerintah RI dibawah pimpinan Sukarno -
Hatta, maka Pemerintah RI meng-ultimatum semua para aktifis RMS yang memproklamirkan
berdirinya Republik Maluku Selatan untuk menyerahkan diri kepadda pemerintah
RI, sehingga semua aktifis RMS itu ditangkapi oleh Pasukan2 Militer yang
dikirim dari Pulau Jawa.
Karena adanya penangkapan yang dilakukan oleh militer Pemerintah RI, maka para pimpinan teras RMS tersebut, ber-inisiatif untuk menghindar sementara ke Negeri Belanda, kepindahan para pimpinan RMS ini mendapat bantuan sepenuhnya dari Pemerintah Belanda pada saat itu. Dengan adanya kesediaan bantuan dari Pemerintah Belanda untuk mengangkut sebagian besar rakyat Maluku dengan biaya sepenuhnya dari Pemerintah Belanda, maka sebagian besar rakyat di Maluku yang beragama kristen, memilih dengan kehendaknya sendiri untuk pindah ke Negeri Belanda. Pada waktu itu, Ada lebih dari 15.000 rakyat Maluku yang memilih pindah ke negeri Belanda.
Karena adanya penangkapan yang dilakukan oleh militer Pemerintah RI, maka para pimpinan teras RMS tersebut, ber-inisiatif untuk menghindar sementara ke Negeri Belanda, kepindahan para pimpinan RMS ini mendapat bantuan sepenuhnya dari Pemerintah Belanda pada saat itu. Dengan adanya kesediaan bantuan dari Pemerintah Belanda untuk mengangkut sebagian besar rakyat Maluku dengan biaya sepenuhnya dari Pemerintah Belanda, maka sebagian besar rakyat di Maluku yang beragama kristen, memilih dengan kehendaknya sendiri untuk pindah ke Negeri Belanda. Pada waktu itu, Ada lebih dari 15.000 rakyat Maluku yang memilih pindah ke negeri Belanda.
Pindahnya sebagian rakyat
maluku ini, oleh Pemerintahan Sukarno-Hatta, diissukan sebagai
"PENGUNGSIAN PARA PENDUKUNG RMS", lalu dengan dalih pemberontakan,
pemerintah RI menangkapi para Menteri RMS dan para aktifisnya, lalu mereka
dipanjarakan dan diadili oleh pengadilan militer RI, dengan hukuman berat
bahkan dieksekusi Mati.
Di Belanda, Pemerintah RMS
tetap menjalankan semua kebijakan Pemerintahan, seperti Sosial, Politik,
Keamanan dan Luar Negeri. Komunikasi antara Pemerintah RMS di Belanda dengan para Menteri dan para
Birokrat di Ambon berjalan lancar terkendali. Keadaan ini membuat pemerintahan
Sukarno tkdak bisa berpangku tangan menyaksikan semua aktivitas rakyat Maluku,
sehingga dikeluarkanlah perintah untuk menangkap seluruh pimpinan dengan semua
jajarannya, sehingga pada akhirnya dinyatakanlah bahwa Pemerintah RMS yang
berada di Belanda sebagai Pemerintah RMS dalam pengasingan Dengan bekal
dokumentasi dan bukti perjuangan RMS, para pendukung RMS membentuk apa yang
disebut Pemerintahan RMS di pengasingan.
Pemerintah Belanda mendukung
kemerdekaan RMS, Namun di tahun 1978 terjadi peristiwa Wassenaar, dimana
beberapa elemen pemerintahan RMS melakukan serangan kepada Pemerintah Belanda
sebagai protes terhadap kebijakan Pemerintah Belanda. Oleh Press di Belanda
dikatakanlah peristiwa itu sebagai teror yang dilakukan para aktifis RMS di
Belanda. Ada yang mengatakan serangan ini disebabkan karena pemerintah Belanda
menarik dukungan mereka terhadap RMS. Ada lagi yang menyatakan serangan teror
ini dilakukan karena pendukung RMS frustasi, karena Belanda tidak dengan
sepenuh hati memberikan dukungan sejak mula. Di antara kegiatan yang di lansir
Press Belanda sabagai teror, adalah ketika di tahun 1978 kelompok RMS
menyandera 70 warga sipil di gedung pemerintah Belanda di Assen-Wassenaar.
Selama tahun 70an, teror
seperti ini dilakukan juga oleh beberapa kelompok sempalan RMS, seperti kelompok Komando Bunuh
Diri Maluku Selatan yang dipercaya merupakan nama lain (atau setidaknya sekutu
dekat) Pemuda Maluku Selatan Merdeka. Kelompok ini merebut sebuah kereta api
dan menyandera 38 penumpangnya di tahun 1975. Ada juga kelompok sempalan yang
tidak dikenal yang pada tahun 1977 menyandera 100 orang di sebuah sekolah dan
di saat yang sama juga menyandera 50 orang di sebuah kereta api.
Sejak tahun 80an hingga
sekarang aktivitas teror seperti itu tidak pernah dilakukan lagi.